Tiga tipologi pemikiran yang mewarnai wacana
pemikiran Arab kontemporer tentang tradisi dan modernitas:
1. Tipologi transformatik
Tipologi ini beranggapan bahwa agama dan
tradisi sudah tidak relevan lagi untuk zaman sekarang. Tipologi transformatik
mengajukan transformasi masyarakat Arab-muslim dari budaya
tradisional-patrialkal kepada masyarakat rasional dan ilmiah.
Tipologi ini berorientasi pada Marxisme.
Sebagai contohnya adalah Thayyib Tayzini dan Abdullah Laroui. Tayzini
berpendapat bahwa turats (tradisi) harus didekati secara historis dan harus
dilihat dalam konteks hubungan dialektis antara masalah sosio-ekonomi dengan
kondisi politik dalam sebuah masyarakat. Abdullah Laroui juga berpendapat bahwa
turats harus didekati dengan pendekatan historis. Tidak dipandang sebagai suatu
yang suci dan cocok untuk segala zaman. Laroui juga menegaskan bahwa historisme
hanya dapat dijumpai pada Marxisme dengan teori dialektikanya. Pemikir
transformatik lainnya adalah Adonis Akra, ia berpendapat bahwa yang dibutuhkan
tidak hanya perombakan nalar Arab, tapi juga penghancuran, sehingga
transformasi dapat dilakukan.
2. Tipologi reformistik
Tipologi ini menggagas adanya reformasi dengan
penafsiran-penafsiran baru yang lebih hidup dan lebih cocok dengan tuntutan
zaman.Tradisi dan modernitas harus diharmonisasikan dengan tidak menyalahi akal
sehat dan standarrasional. Tipologi ini terbagi menjadi dua kelompok, yakni
kelompok rekonstruktif dan kelompok dekonstruktif. Rekonstruktif berorientasi
pada pembangunan kembali budaya dan warisan peradaban Arab-Islam. Tokoh dari
kelompok ini adalah M. Imarah dan Hassan Hanafi. Imarah berkeinginan untuk
menafsirkan kembali soal-soal yang berkaitan dengan sistem kenegaraan Islam,
tanpa harus membuang otoritas tradisi yang ada. Imarah lebih menekankan pada
masalah Islam dan politik, sedangkan Hanafi lebih pada tradisi dan pembaharuan.
Kelompok kedua adalah kelompok dekonstruktif.
Kelompok ini dipengaruhi oleh gerakan (post) strukturalis Prancis dan beberapa
tokoh post-modernisme. Tokoh Arkoun dan Mohammed Abid Jabiri. Arkoun
mengusahakan pengharmonisasian tradisi dengan modernitas melalui metode baru.
3. Tipologi Ideal-Totalistik
Kelompok ini berusaha menghidupkan kembali
Islam sebagai agama, budaya, dan peradaban. Mereka menolak unsur-unsur asing
dari Barat, karena mereka menyeru pada keaslian Islam, yakni Islam yang pernah
dipraktekkan oleh Nabi dan keempat khalifahnya. Tokoh dari tipologi ini adalah
M. Ghazali, Sayyid Quthb, Anwar Jundi, Muhammad Quthb, dan Said Hawa.
Tiga figur utama dalam feminis Arab
Kontemporer:
1. Nawal Sa’dawi erpendapat bahwa wanita tertindas karena struktur patrialkal
sosial Arab yang terwarisi turun-menurun. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa
ketertindasan wanita bukan masalah agama, melainkan masalah ekonomi dan politik
negara.
2. Fatima Mernissi beranggapan bahwa ada masalah yang lebih penting, yakni
dikursus tentang wanita yang diciptakan oleh sosio-budaya Arab. Diskursus
wanita yang berlaku di Arab terjadi karena adanya dominasi laki-laki.
3. Khalida Sa’id menganjurkan adanya komitmen kebersamaan mutlak, maksudnya
adalah pembebasan wanita lewat kebersamaan sosial termasuk lewat jalur radikal
(revolusi atau oposisi).
Peran dan Posisi Filsafat
Usaha-usaha untuk menghidupkan kembali
filsafat dalam masyarakat Arab modern penting dilakukan untuk membantu memahami
isu-isu intelektual dan ilmiah agar dihasilkan suatu pemecahan yang tepat.
Dengan semakin berkembangnya kajian filsafat, para filsuf Arab berusaha
menciptakan madzhab-madzhab atau aliran-aliran.
Kelompok pertama yang muncul adalah kelompok
materialisme. Kelompok ini dimotori oleh dua filsuf Kristen Arab, yakni Shibli
Shumayl dan Farah Antun. Shibli mengembangkan teori Darwin. Teori filsafatnya
berangkat dari pandangannya tentang alam. Keyakinannya akan materi mendorongnya
untuk mengesampingkan agama. Ia percaya 1005 akan keabsolutan sains.
Kelompok yang kedua adalah kelompok beraliran
rasionalisme. Tokohnya Muhammad Abduh dan Faris Wajdi. Keduanya menyeru ada
kebebasan akal. Selain keduanya, ada juga Yusuf Karam.
Aliran ketiga adalah filsafat spiritualisme.
Aliran ini dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran para mistikus muslim. Aliran
ini menghasilkan alran-aliran baru, seperti:
1. Wijdaniyah yang didirikan oleh Akkad. Aliran ini menggunakan intuisi.
2. Syahsyaniyah yang didirikan oleh Rene Habsyi. Aliran ini dillhami oleh
mistik Barat modern.
3. Jawwaniyah yang didirikan oleh Usman Amin. Aliran ini memandang kekuatan
alam yang sebenarnya adalah kekuatan spirit.
4. Al-Rahmaniyyah yang diprakarsai oleh Zaki al-Arsuazi diilhami oleh ide
korelasi antara hamba dengan Tuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar